Blog ini dibuat untuk menyalurkan protes / kritik untuk perbaikan kurikulum pendidikan SD di Indonesia. Kebetulan saya kurang pintar bicara, tapi rasanya cukup baik dalam tulisan.
Suami dan saya heran dalam kelas anak kami yang baru kelas 2 SD sudah banyak yang mendapat nilai MERAH untuk ulangan harian IPS, Agama, PKN. Kenapa? Ternyata antara lain:
1. Guru "kurang ramah" dalam menilai jawaban anak.
Contoh: Ada anak yang disalahkan sewaktu menjawab mama/papa, mesti ayah/ibu.
Di sekolah lain ada yang disalahkan ketika menjawab kakung, musti kakek.
Padahal inilah kekayaan dari keanekaragaman Indonesia.
Belum lagi pertanyaan yang dibuat agak lari dari catatan anak.
Misalnya di catatan (kelas 1 SD):
Kakek adalah ayah dari orang tua kita. Nenek adalah ibu dari orang tua kita.Tetapi dalam soal di-pleset-kan menjadi:
Paman = saudara laki-laki dari orang tua kita. Bibi = .......................
Ibu dari ayah dinamakan ....... Ayah dari ibu disebut .....................
--> Dan ternyata ini cukup membuat anak bingung.
Kakak laki-laki dari ibu kita disebut ............
--> Percaya deh, ini cukup membingungkan APALAGI KALAU ibunya tidak punya kakak laki-laki :-)
2. Bukan hanya tentang nama panggilan seperti contoh barusan, banyak lagi jawaban yang harus sama persis dengan catatan, padahal PERTANYAAN BERSIFAT TERBUKA (bisa banyak versi jawaban), TAPI JAWABAN HARUS SATU (seperti kunci jawaban guru).
Ini tidak tepat karena siapa yang bisa menebak persis kemauan guru? Pantas saja, banyak anak dapat nilai di bawah 50, untuk pelajaran agama, IPS, PKN, ... (yang pada jaman kami dulu pasti lulus, asalkan bisa "ngarang-ngarang" jawaban yang bagus-bagus).
3. Catatan yang tidak konsisten. (Lihat contoh soal Habitat Itik, Habitat Domba, artikel lain dalam blog ini).
4. Soal-soal yang "ambigue". (Lihat contoh soal pada artikel lain dalam blog ini.)
5. Bahasa dan kalimat yang digunakan terlalu tinggi.
6. Bahasa dan kalimat yang digunakan terlalu kompleks untuk anak SD awal.
Saya pernah datang ke sekolah membawa setumpuk kertas ulangan anak yang di-contreng2 padahal hanya salah 1/2 atau kurang lengkap. Untung, Bu Guru mau menerima dengan baik dan akhirnya meng-koreksi nilai-nilai. Terima kasih Ibu! Sayangnya, tidak bisa semua dibenarkan, karena Ibu Guru harus bicara dengan paralelnya (guru-guru yang setingkat), dan kalau mereka bilang tidak, ya tidak.
Contoh:
Menurut guru, DOKUMEN = surat2 penting yang diperlukan sebagai bukti atau keterangan,
lalu anak hanya menjawab: DOKUMEN = surat penting ---> disalahkan.
Saya tanya: manakah yg lebih esensial, surat pentingnya, atau bunga-bunga (keterangan) di belakangnya? Untung akhirnya Guru mengoreksi nilainya, jadi 1/2, yang awalnya 0.
Lalu dalam pelajaran Agama, ada definisi rasa TAKUT dibagi menjadi 2, yaitu rasa takut yang sehat/wajar/beralasan & yg tidak wajar/tidak beralasan (lengkap dengan contoh2nya!!). Untuk apa? Terlihatnya sudah seperti pelajaran Filsafat ya...?
Ternyata catatan & soal dibuat bersama oleh beberapa guru.
Rasa takut yg sehat adalah ..........nah lho................
(Jwbn: rasa takut yang muncul karena melihat kemungkinan bahaya sehingga mendorong kita untuk mengatasinya.)
Lalu kok ya Matematika untuk kelas 2 SD modelnya seperti ini:
- Selisih angka 5 pd bilangan 254 dan angka 7 pd bilangan 97 adalah.....
- Jumlah angka 2 pd bilangan 424 dan 72 adalah ...........
- Selisih angka 4 pd bilangan 344 adalah .....
Wow, dahsyat ! Untuk apa ini? Saya tidak melihat kegunaannya, yang ada anak-anak "terjungkal" karena tidak teliti melihat soal. Saya saja pertama kali lihat soal ini hampir salah mengerjakannya. (Padahal saya seorang sarjana Matematika).
Lalu apakah dibenarkan Mencongak sampai 50 soal? Bahkan 100, karena (beberapa) anak ribut, sehingga satu kelas ikut kena hukuman mencongak. Jawaban Ibu Guru, anak-anak diberi waktu jeda setiap 10 soal, jadi tidak terlalu melelahkan, baiklah kalau begitu...
Untuk pelajaran IPS, saya sempat tanyakan seberapa PENTING nya anak SD belajar jenis2 dokumen: KTP, SIM, ijazah, Akte Kelahiran, Kartu Keluarga, Akte Tanah, dll dengan siapa pejabat yang menandatangani?
Untungnya, dalam hal ini guru sehati (melihat tidak perlu), namun terpaksa mengajarkan juga, karena ada dalam kurikulum & buku cetak.
Dalam catatan tertulis:
Kartu Keluarga dikeluarkan oleh Kelurahan, ditandatangani oleh Camat & Kepala Keluarga.
Lalu ada soal:
Yang menandatangani KK adalah .............. dan ..................
Anak menjawab: Pejabat yang berwenang dan ayah.
Menurut saya: benar.
--> Nyatanya, hanya dinilai 1/2 karena: "ayah" dibenarkan (harusnya kepala keluarga), tapi "pejabat yang berwenang" disalahkan (harusnya camat).
Ini berat... Untuk anak kelas 2 SD, bagaimana dia tahu bedanya Kelurahan, Kecamatan, Kantor Catatan Sipil, Lurah, Camat, dll? Sedangkan saya saja, baru tahu setelah SMA ketika harus mengurus surat kelakuan baik.
Lalu tidak konsisten dengan catatan, karena dalam catatan ada yang seperti ini:
Akta Kelahiran dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil, disahkan/ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Kalau mau konsisten, harus lebih detail siapa yang mensahkan, Kepala Pengadilan Tinggi-kah seperti pada jaman saya, atau siapa? (tidak cukup hanya "pejabat yang berwenang")
Ini hanya beberapa contoh soal yang saya protes.
Kami berharap & berdoa agar secepatnya kurikulum sekolah di Indonesia bisa dibuat genah/enak, ringan seperti jaman kami dulu, thn 70 awal - 80 an. Yang penting konsepnya dipahami bener, bukan soalnya dibikin sulit. Bpk/Ibu Menteri, lihatlah mereka anak-anak kita.....!
Saya kasihan kepada anak lain yg mulai stres karena orangtua malah menambah beban anak
dengan hukuman atau perkataan semacam "masak gitu aja gak bisa?" dll. Kalau kami dengan anak kebetulan kompak, kami ikut belajar & sama-sama menertawakan soal-soal kalau ada yang aneh-aneh ... :)
Ternyata banyak yang senasib ........
//luqmanhakim.multiply.com/journal/item/113
7. Yang ketujuh, kalau saya bandingkan dengan jaman saya sekolah dulu, sistem CBSA (cara belajar siswa aktif) kelihatannya hasilnya kurang baik dan sering salah kaprah diartikan anak-anak belajar sendiri. Akhirnya orang tua harus lebih banyak porsi mengajarnya (dibandingkan generasi ibu saya dulu). Kalau orang tua sibuk, anak-anak terpaksa di-les-kan... Jadi apa gunanya ke sekolah? Lebih capek lagi untuk si anak.
Semoga blog ini berguna untuk kemajuan Indonesia.
Salam.......